Minggu, 11 Oktober 2015

SOSIOLOGI LINGKUNGAN


“Potensi Wisata Dalam Pandangan Sosilogi”



Oleh :
WAWAN ANDRIYAWAN
B  201  11  055






JURUSAN  SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2015


KATA PENGANTAR
Sosilogi sendiri bukan ilmu yang menjelaskan alam seperti dalam pengkajian Ilmu IPA, karena sosiologi mengkajia bagaimana hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok lainnya dalam berinteraksi. Namu tentunya sosilogi mampu menganalisis hubungan individu atau kelompok dengan lingkungannya.
Makalah ini menghantar kita dalam pandangan yang sederhana terhadap hubungan lingkungan dengan masyarakat tersebut, dimana masyarakat harus mempu berfikir kreatif akan permasalahan mereka, khususnya permasalahan ekonomi. Masyarakat diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan untuk mengatasi masalah ekonominya.
Jadi sosiologi lingkungan bukanlah mengkaji seperti apa lingkungan itu dalam kajian Ilmu IPA, karena sosiologi hanya mengkaji dan menganalisis masyarakat dalam lingkungannya. Entah itu masalah ekonomi, sosial atau konflik.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Lingkungan memiliki suatu potensi alam dimana semua masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai porsi masing-masing. Di seluruh wilayah hampir memiliki perbedaan potensi lingkungannya dan cara setiap masyarakat juga memiliki cara masing-masing mengelolanya.
Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhan dan hubungan antar orang-orang dan masyarakat tersebut, sosiologi memiliki peranan penting dalam membantu pemecahan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan konflik, patologi sosial, pembangunan dan masi banyak lagi. Dalam hal ini sosiologi memang tidak terlalu menekankan pada pemecahan atau jalan keluar masalah-masalah tersebut, namun berupaya menemukan sebab-sebab terjadinya masalah itu.
Seperti masalah lingkungan yang dimana memiliki potenti alam yang berlimpa dan menarik pembangunan yang besar-besaran didalmnya. Dampak pembangunan tersebut bukan hanya dapat kita lihat dengan kacamata positif, namun ada juga dampak negative dari pembangunan tersebut. Setiap masyarakat memiliki cara masing-masing dalam mengelolah potenti daerahnya dan terkadang hal tersebut prokontra di wilayah tersebut.
Upaya untuk mengatasi masalah sosial hanya mungkin berhasil apabila didasarkan pada kenyataan serta latar belakangnya, disinilah peranan sosiologi, namun peranan ini tidak dapat terwujud tanpa didasari teori dan pemahaman akan ilmu sosiologi itu sendiri.
Kekayaan alam itu sendiri jika ditangani dengan tangan kreatif masyarakat maka akan menghasilkan nilai ekonomi yang sangat besar, seperti membangun tempat wisata dan menjaga cagar alamnya agar menjadi tempat untuk mereka penikmat alam yang indah. Begitu banyak potensi alam yang dapat dijadikan tempat wisata alam untuk parah pelancong dari luar daerah tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa Memanfaatkan Potensi Wisata Dalam Pandangan Sosilogi ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Manfaat Potensi Alam Dalam Pandangan Sosiolgi
Sosilogi sendiri bukan ilmu yang menjelaskan alam seperti dalam pengkajian Ilmu IPA, karena sosiologi mengkajia bagaimana hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok lainnya dalam berinteraksi.
Sosiologi juga mampu melihat hal-hal disekitarnya menjadi alat untuk berinteraksi, seperti yang akan kita bahas dalam makalah ini. Sosiologi dan lingkungan memiliki hubungan yang saling bergantung satu sama lain, maksudnya bukan bergantung seperti hubungan manusia dengan manusia lainnya. Namun lingkungan juga tidak akan menjadi sesuatu yang berarti tanpa campur tangan manusia itu sendiri.
 Manfaat potensi alam dalam pandangan sosiologi sunggu sangat jelas kita lihat, dimana potensi tersebut dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dikarenakan potensi wisatanya yang akan sering dikunjungi individu atau kelompok lain saat hari libur tibah.
Jika kita dapat menjaga alam agar menarik parah pelancong selalu datang, maka taraf ekonomi masyarakat setempat akan lebih baik dari sebelumnya. Seseorang akan membawa cerita baik ke orang lain jika apa yang didapatnya dari potensi wisata yang ada juga memuaskan untuknya. Dari cerita-cerita tersebut, maka semakin banyak pula pelancong yang akan datang. Penyampaian dari orang ke orang itu ialah bentuk sosialisasi yang berskala kecil namun luas, sedangkan sosialisasi besar dapat orang-orang yang memanfaatkan potensi tersebut lakukan dengan cara membuat iklan disuatu TV Swasta atau Seminar Potensi Wisatanya ke masyarakat luas.
Dengan menggunakan konsep sosialisasi kita dapat belajar tentang keinginan generasi tua untuk mentransmisikan isi kebudayaan kepada keturunan mereka (dalam Sanderson, 1995:47). Yang artinya besar sekali keinginan generasi tua untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang sesudah mereka, tentang apa yang mereka pahami. Sama halnya dengan kita mensosialisasikan akan potensi wisata yang kita miliki ke orang lain agar mereka mengetahua apa yang kita ketahuai, khususnya potensi wisata tersebut. Jika orang lain telah mengetahui makah tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak pelancong yang akan datang.
Individu atau kelompok dalam kehidupannya tidak hanya membutuhkan harta semata untuk memuaskan batin mereka, melainkan mereka membutuhkan hal intrinsik di dalam dirih mereka. Hal intrinsik tersebut merupakan kebahagiaan, kesenangan, hingga mereka merasa beban yang mereka jalani di hari kemarin teratasi saat mereka menikmati potensi wisata yang tersedia.
Dengan potensi tersebut individu atau kelompok harus berfikir bahwa potensi tersebut akan dapat memperbaiki atau mengatasi masalah mereka. Karena, jika mereka tidak memikirkannya maka potensi yang ada hanya sebagai alam yang biasa saja di mata orang lain. Seseorang harus berfikir rasional untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, berfikir rasional itu seperti dijelaskan dalam kutipan (dalam Efendi, 2005:3) sebagai berikut “sebagai mahluk berfikir (rational animal), manusia bukan hanya memikirkan lingkungannya, tetapi juga dirinya”. Karena manusia berfikir dan berimajinasi, maka setelah melihat potensi fisata yang berlimpah didaeranya maka ia akan mendirikan wahana wisata ditempat tersebut.
Potensi yang ada dijadikan stimulus untuk mendorong seluruh masyarakatnya melakukan hal yang lebih bermanfaat untuk mereka sendiri, seperti yang dikatakan  Meed (dalam Ritzer, 2014:257) mengenai stimulus tersebut. Ia mengatakan bahwa “kita membayangkan stimulus sebagai sebuah kesempatan atau peluang untuk bertindak, bukan sebagai paksaan atau perintah.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Alam telah menyediakan banyak manfaat untuk kita, dari kita sendiri lagi yang mengolahnya seperti apa karunia Tuhan ini. Potensi wisata misalnya, alam dari duluhnya menyediakan potensi tersebut, dari manusianya lagi mampu merawatnya atau tidak. Jika masyarakat di lingkungan tersebut mampu menjaga potensi alam disekitarnya pasti tidak menutup kemungkinan masalah perekonomian akan memiliki jalan terang untuk masyarakat tersebut.
B.     Saran
Setiap masyarakat diharapkan harus mampu menjaga dan melestarikan alam disekitarnya, alam tersebut bukan hanya menjadi tempat tinggal untuk masyarakat, melainkan dapat dimanfaatkan sedemikian rupah untuk menyelesaikan masalah dari tiap-tiap individu atau kelompok yang ada dalam lingkungan tersebut. Jika alam kita rusak maka apa yang kita inginkan akan sedikit sulit, karena hubungan manusia bukan hanya individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok, melainkan hubungan manusia juga diharapkan mampu harmonis dengan alam sekitarnya agar alam mampu meberikan apa yang kita inginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Sanderson, Stephen K. 1995, Sosiologi Makro, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Efendi, Agus. 2005, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Bandung: Alfabeta
Ritzer, George. 2014, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana


SOSIOLOGI LINGKUNGAN


Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya SDA


Oleh :
WAWAN ANDRIYAWAN
B  201  11  055






JURUSAN  SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO

2015





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuhan menciptakan banyak jenis mahluk hidup di dunia, banyak benda-benda dan alam yang menjadi tempat semuanya berpijak. Potensi alam pun disediakan oleh Tuhan untuk dikonsumsi oleh mahluk hidup di dalamnya. Hingga saat ini manusia banyak memanfaatkan potensi tersebut, kesehariannya menggunakan produk dari alam.
Dari beragam produk yang disediakan oleh alam tersebut, ada banyak yang jumlahnya terbatas hingga saat ini masi jadi bentuk konsumsi masyarakat. Sifat produksi manusia, khususnya sekelompok orang yang memiliki kepentingan didalamnya kurang memerhatikan bagaimana sifat produksi alam terhadapa hasil alamnya, mereka hanya berfikir bagaimana mengambil sebanyak mungkin untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Masyarakat luas juga tidak berfikir akan hasil alam yang terbatas.
Kini masalah globalisasi semakin marak dibicarakan oleh banyak orang di dunia, mulai dari es di Kutup Utara yang mulain mencair hingga menaikan debit air di lautan yang hampir mengambil garis pantai, pengkrukan pegunungan untuk mengambil tanah dan bebatuannya oleh perusahaan dan menyedotan isi bumi besar-besaran di seluruh dunia. Dari beberapa hal tersebut kurang terkontrol oleh orang yang sebenarnya bertanggung jawab atas masalah-masalah yang ditimbulkan dari banyak industri diseluruh dunia.
Konsumsi masyarakat dibalik menipisnya Sumber Daya Alam aakan menjadi Bom waktu untuk masyarakan sendiri yang semakin lama terlihat semakin apatis atan masalah tersebut. Pertanggung jawaban oleh semua orang juga harus menjadi mental yang wajib dimiliki oleh semua orang agar semua orang mempunya hak atau keinginan untuk menjaga setiap alam disekitarnya agar masi dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak.
1.2 Rumusan Masalah
     a.       Bagaimana Bentuk Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya Sumber Daya Alam ?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya Sumber Daya Alam
Masyarakat dikesehariannya membutuhkan apa yang disediakan oleh alam, itu tidak dapat dipungkiri siapapun hahwa apa yang disediakan alam lambat laun akan habis ketika masyarakat itu sendiri superaktif dalam mengonsumsinya. Belum adanya produk yang layak yang dapat menggantikan sumber daya alam akan bentuk konsumsi masyarakat luas, itu yang masi membuat masyarakat masi bergantung pada sumber daya alam.
Embel-embel peningkatan ekonomi yang baik, tetapi malah semakin mengkeruk sumber daya alam secara besar-besaran hingga akan menimbulkan bencana alam diseluruh dunia. Seperti yang telah saya paparkan dalam latar belakang di atas bahwa sekarang telah menjadi diskusi panjang bagi parah pemikir nasib Bumi untuk kemaslahatann umat manusia secraa menyeluruh, es di Kutup Utara semakin lama akan semakin mencair akibat Globalisasi (pemanasan global), pengkrukan pegunungan untuk mengambil tanah dan bebatuannya oleh perusahaan dan menyedotan isi bumi besar-besaran.
Perdagangan bebas dipandang sebagai “angin segar” karena menjanjikan banyak keuntungan bagi umat manusia. Keuntungan tersebut tidak jauh dari tiga hal pokok, yakni meletakan ekspansi industri manufaktur pada basis yang lebih rasional, mendistribusikan keuntungan perdagangan (gains of trade) kedalam komunitas yang lebih luas, serta menimbulkan persaingan yang inten sehingga timbul efisiensi yang pada gilirannya  memberi keuntungan pada manfaat riil kepada konsumen. Pada akhirnya era liberalisasi muncul sebagai manifestasi harapan mengenai negara kesejahteraan yang terglobalisasi (welfare-globalized-state) yang didambakan oleh banyak orang.
Willem Hogendijk (dalam Ismawati, 1999:5) telah menunjukan kesalahan fatal mengenai terminologi “pertumbuhan ekonomi” (economical growth). Menurut pemikiran  Hogendijik, istilah pertumbuhan ekonomi seperti yang dinomorsatukan oleh kebanyakan rezim di dunia,  sebetulnya adalah “pertumbuhan produk”. Dengan aktivitas produk, perekonomian sesunggunya tidak sedang berkembang, sebab sumber daya  (resources) yang bersifat langka dibumi ini kian menyusut. Padahal besarnya penyusutan atau depresiasi terhadap persediaan barang-barang langka itu tidak tercantum dalam neraca yang berisi perhitungan pertumbuhan ekonomi.
Saya sangat setuju dengan pendapat Hogedijk di atas, bahwa pemahaman masyarakat akan pertumbuhan ekonomi tersebut bukan lah sesuatu yang lantas harus kita gembirakan, dikarenakan pertumbuhan ekonomi itu sebenarnya wajah dari pertumbuhan produk yang hendak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Pengambilan hasil alam secara besar-besaran menjadi aktivitas mereka untuk meningkatkan hasil produksi agar apa yang dibutuhkan masyarakat melimpah, seperti Bahan Bakar Minyak, emas, tembaga  dan berlian, serya produksi lainya yang menggunakan hasil alam.
Pengambilan besar-besaran artinya apa yang dimiliki alam akan semakin habis, karena seperti Bahan Bakar Minyak misalnya, yang tidak dapat diperbaharui oleh perusahaan yang mengambil bahan bakar tersebut. Bahan bakar tersebut semakin lama akan semakin habis pada waktunya dan itu akan menjadi bom waktu untuk seluruh umat.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan ekonomi memang sangat bagus untuk setiap negara di dunia, namun yang jadi permasalahannya bagaimana cara atau sampai kapan mereka bereproduksi? Sedangkan Sumber Daya Alam sendiri terbatas. Jika memang indutri yang bersangkutan tidak dapat dihentikan karena alasana pertumbuhan ekonomi maka tidak akan menutup kemungkinan SDA akan habis dikeruk oleh parah industri dan anak cucu kita tidak akan dapat menikmatinya lagi karena wajah perkembangan ekonomi itu sendiri sebenarnya kerkembangan produksi.
B. Saran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perkembangan ekonomi itu sendiri ialah wajah dari kemkembangan produksi, dimana setiap perusahaan mengembangkan hasil produksinya dari tahun ke tahun hingga SDA hampir habis dan mengancam kehidupan setiap umat. Dengan masalah tersebut diharapkan setiap perusahaan atau pemerintah yang bersangkutan diharapkan mempu berfikir kreatif agar nantinya apa yang kita tidak inginkan tersebut tidak akan terjadi. Harus ada alternatif lain agar masyarakat luas tidak bergantung pada SDA secara besar-besaran.


DAFTAR PUSTAKA
Ismawati, Indra. 1999, Resiko Ekologi Dibalik Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Media Pressindo