“Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya SDA”
Oleh
:
WAWAN ANDRIYAWAN
B 201 11 055
B 201 11 055
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tuhan menciptakan banyak jenis mahluk
hidup di dunia, banyak benda-benda dan alam yang menjadi tempat semuanya
berpijak. Potensi alam pun disediakan oleh Tuhan untuk dikonsumsi oleh mahluk
hidup di dalamnya. Hingga saat ini manusia banyak memanfaatkan potensi
tersebut, kesehariannya menggunakan produk dari alam.
Dari beragam produk yang disediakan oleh
alam tersebut, ada banyak yang jumlahnya terbatas hingga saat ini masi jadi
bentuk konsumsi masyarakat. Sifat produksi manusia, khususnya sekelompok orang
yang memiliki kepentingan didalamnya kurang memerhatikan bagaimana sifat
produksi alam terhadapa hasil alamnya, mereka hanya berfikir bagaimana
mengambil sebanyak mungkin untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Masyarakat
luas juga tidak berfikir akan hasil alam yang terbatas.
Kini masalah globalisasi semakin marak
dibicarakan oleh banyak orang di dunia, mulai dari es di Kutup Utara yang
mulain mencair hingga menaikan debit air di lautan yang hampir mengambil garis
pantai, pengkrukan pegunungan untuk mengambil tanah dan bebatuannya oleh
perusahaan dan menyedotan isi bumi besar-besaran di seluruh dunia. Dari
beberapa hal tersebut kurang terkontrol oleh orang yang sebenarnya bertanggung
jawab atas masalah-masalah yang ditimbulkan dari banyak industri diseluruh
dunia.
Konsumsi masyarakat dibalik menipisnya
Sumber Daya Alam aakan menjadi Bom waktu untuk masyarakan sendiri yang semakin
lama terlihat semakin apatis atan masalah tersebut. Pertanggung jawaban oleh
semua orang juga harus menjadi mental yang wajib dimiliki oleh semua orang agar
semua orang mempunya hak atau keinginan untuk menjaga setiap alam disekitarnya
agar masi dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana Bentuk
Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya Sumber Daya Alam ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk
Konsumsi Masyarakat Dibalik Menipisnya Sumber Daya Alam
Masyarakat dikesehariannya membutuhkan
apa yang disediakan oleh alam, itu tidak dapat dipungkiri siapapun hahwa apa
yang disediakan alam lambat laun akan habis ketika masyarakat itu sendiri
superaktif dalam mengonsumsinya. Belum adanya produk yang layak yang dapat
menggantikan sumber daya alam akan bentuk konsumsi masyarakat luas, itu yang
masi membuat masyarakat masi bergantung pada sumber daya alam.
Embel-embel peningkatan ekonomi yang
baik, tetapi malah semakin mengkeruk sumber daya alam secara besar-besaran
hingga akan menimbulkan bencana alam diseluruh dunia. Seperti yang telah saya
paparkan dalam latar belakang di atas bahwa sekarang telah menjadi diskusi
panjang bagi parah pemikir nasib Bumi untuk kemaslahatann umat manusia secraa
menyeluruh, es di Kutup Utara semakin lama akan semakin mencair akibat Globalisasi (pemanasan global),
pengkrukan pegunungan untuk mengambil tanah dan bebatuannya oleh perusahaan dan
menyedotan isi bumi besar-besaran.
Perdagangan bebas dipandang sebagai
“angin segar” karena menjanjikan banyak keuntungan bagi umat manusia.
Keuntungan tersebut tidak jauh dari tiga hal pokok, yakni meletakan ekspansi industri
manufaktur pada basis yang lebih rasional, mendistribusikan keuntungan
perdagangan (gains of trade) kedalam
komunitas yang lebih luas, serta menimbulkan persaingan yang inten sehingga
timbul efisiensi yang pada gilirannya
memberi keuntungan pada manfaat riil kepada konsumen. Pada akhirnya era
liberalisasi muncul sebagai manifestasi harapan mengenai negara kesejahteraan
yang terglobalisasi (welfare-globalized-state)
yang didambakan oleh banyak orang.
Willem Hogendijk (dalam Ismawati,
1999:5) telah menunjukan kesalahan fatal mengenai terminologi “pertumbuhan
ekonomi” (economical growth). Menurut pemikiran
Hogendijik, istilah pertumbuhan ekonomi seperti yang dinomorsatukan oleh
kebanyakan rezim di dunia, sebetulnya
adalah “pertumbuhan produk”. Dengan aktivitas produk, perekonomian sesunggunya
tidak sedang berkembang, sebab sumber daya
(resources) yang bersifat
langka dibumi ini kian menyusut. Padahal besarnya penyusutan atau depresiasi
terhadap persediaan barang-barang langka itu tidak tercantum dalam neraca yang
berisi perhitungan pertumbuhan ekonomi.
Saya sangat setuju dengan pendapat
Hogedijk di atas, bahwa pemahaman masyarakat akan pertumbuhan ekonomi tersebut
bukan lah sesuatu yang lantas harus kita gembirakan, dikarenakan pertumbuhan
ekonomi itu sebenarnya wajah dari pertumbuhan produk yang hendak dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan. Pengambilan hasil alam secara besar-besaran menjadi
aktivitas mereka untuk meningkatkan hasil produksi agar apa yang dibutuhkan
masyarakat melimpah, seperti Bahan Bakar Minyak, emas, tembaga dan berlian, serya produksi lainya yang
menggunakan hasil alam.
Pengambilan besar-besaran artinya apa
yang dimiliki alam akan semakin habis, karena seperti Bahan Bakar Minyak
misalnya, yang tidak dapat diperbaharui oleh perusahaan yang mengambil bahan
bakar tersebut. Bahan bakar tersebut semakin lama akan semakin habis pada
waktunya dan itu akan menjadi bom waktu untuk seluruh umat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan ekonomi memang sangat bagus
untuk setiap negara di dunia, namun yang jadi permasalahannya bagaimana cara
atau sampai kapan mereka bereproduksi? Sedangkan Sumber Daya Alam sendiri
terbatas. Jika memang indutri yang bersangkutan tidak dapat dihentikan karena
alasana pertumbuhan ekonomi maka tidak akan menutup kemungkinan SDA akan habis
dikeruk oleh parah industri dan anak cucu kita tidak akan dapat menikmatinya
lagi karena wajah perkembangan ekonomi itu sendiri sebenarnya kerkembangan
produksi.
B. Saran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa perkembangan ekonomi itu sendiri ialah wajah dari kemkembangan produksi,
dimana setiap perusahaan mengembangkan hasil produksinya dari tahun ke tahun
hingga SDA hampir habis dan mengancam kehidupan setiap umat. Dengan masalah
tersebut diharapkan setiap perusahaan atau pemerintah yang bersangkutan
diharapkan mempu berfikir kreatif agar nantinya apa yang kita tidak inginkan
tersebut tidak akan terjadi. Harus ada alternatif lain agar masyarakat luas
tidak bergantung pada SDA secara besar-besaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ismawati, Indra. 1999, Resiko Ekologi
Dibalik Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: Media Pressindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar